STROKE
Stroke
atau cedera serebrovaskular (CVA) adalah berhentinya suplai darah ke bagian otak sehingga mengakibatkan
hilangnya fungsi otak (Candrasoma,2005). Hal ini dapat terjadi karena pecahnya
pembuluh darah atau terhalanginya asupan darah ke otak oleh gumpalan.
Terhambatnya penyediaan oksigen dan nutrisi ke otak menimbulkan masalah
kesehatan yang serius karena dapat menimbulkan kecatatan fisik mental bahkan
kematian (Ginanjar,2012).
Stoke
adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan atau gejala hilangnya fungsi system
saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit).
Gejala-gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian (Candrasoma,
2005).
Stroke disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak (GPDO) dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis
berupa deficit neurologis dan bukan sebagai akibat dari tumor, terauma, ataupun
infeksi susunan saraf pusat
Stroke merupakan penyebab kecacatan
momor satu di dunia dan penyebab kematian nomor tiga di dunia. Duapertiga
stroke terjadi di Negara berkembang. Pada masyarakat barat, 80%penderita
mengalami stroke iskemik dan 20% mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke
meningkat seiring pertambahan usia (Candrasoma,2005)
Secara
garis besar berdasarkan kealinan patologis yang terjadi,stroke dapat
diklasifikasikan menjadi 2 yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Stroke
Iskemik disebabkan adanya kejadian yang menyebabkan aliran darah menjadi
menurun atau bahkan terhenti sama sekali pada area tertentu di otak
Stroke
hemoragik adalah stroke yang disebakan pendarahan intrakanial non traumatik.
Pendarahan intrakranial yang sering terjadi adalah pendarahan intraserebral dan
pendarahan subarakhnoid
Berikut
faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit stroke :,
1. Faktor
host (pejamu)
Pejamu adalah manusia
atau makhluk hidup lainnya, termasuk burung dan artropoda, yang menjadi tempat
terjadi proses alamiah perkembangan penyakit. Faktor pejamu yang berkaitan
dengan kejadian penyakit dapat berupa, umur, jenis kelamin, ras, etnik, anatomi
tubuh, dan status gizi. Yang termasukdalam faktor pejamu adalah :
a. Genetik,
misalnya sickle cell disease
Stoke juga terkait
dengan keturunan. Faktor genetik yang sangat berperan antara lain adalah
tekanan darah tinggi, penyakit jantung diabetes dan cacat pada bentuk pembuluh
darah. Gaya dan pola hidup keluarga dapat mendukung resiko stroke.
b. Umur,
ada kecenderuangan penyakit menyerang umur tertentu.
Semakin bertambah usia,
semakin tinggi resiko untuk mendapatkan serangan stroke.
c. Jenis
kelamin, ditemukan penyakit yang terjadi lebih banyak atau hanya mungkin pada
wanita.
Pria lebih beresiko
terkena stroke dari pada wanita. Tetapi penelitian menyimpulkan bahwa lebih
banyak wanita yang meninggal karena stroke.
d. Suku/ras/warna
kulit, dapat ditemukan perbedaan antara ras kulit putih dengan orang kulit
hitam di Amerika.
Berbagai penelitian
menyatakan bahwa ras kulit putih memiliki peluang lebih besar terkena stroke
dibandingkan ras kulit hitam. Tingkat kejadian stroke tertinggi dialami oleh
orang Jepang dan Cina.
e. Keadaan
fisiologi tubuh: kelelahan, kehamilan, pubertas, stress, atau keadaan gizi.
Kadar gizi berlebih pada
seseorang dapat menjadi pemicu terjadinya stroke. Misalnya kadar kolesterol
yang tinggi dalam darah akan menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah
otak yang bisa mengarah ke stroke.
f. Keadaan
imunologis : kekebalan yang diperoleh karena adanya infeksi sebelumnya,
memperoleh antibodi dari ibu, atau pemberian kekebalan buatan (vaksinasi)
g. Tingkah
laku (behavior): gaya hidup (life stlye), personal hygiene hubungan antar
pribadi, dan rekreasi.
Hubungan tingkah laku dengan
terjadinya penyakit stroke adalah tentang bagaimana gaya hidup (life style).
Pola gaya hidup yang salah dengan mengkonsumsi makanan dan minuman tidak sehat,
alkohol, rokok, dan jarang melakukan aktifitas olahraga sehingga mempercepat
resiko seseorang terjangkit penyakit stroke.
Dalam
upaya pencegahan maka diperlukan identifikasi epidemiologinya, bila dilihat
dari faktor pejamu itu sendiri yang dapat merupakan sebagai faktor resiko
stoke. Faktor resiko ini menyebabkan orang menjadi lebih rentan atau mudah
mengalami stroke. (Ginanjar,2012)
2. Faktor
Agent
Agent (faktor penyebab)
adalah suatu unsur, organisme hidup atau kuman infektif yang dapat menyebabkan
terjadinya suatu penyakit. Agent ini dapat berupa unsur biologis, unsur
nutrisi, unsur kimiawi, dan unsur fisik.
a. Unsur
biologis, terdapat bukti bahwa infeksi virus dan bakteri bersama dengan faktor
resiko lain, dapat sedikit meingkatkan resiko timbulnya stroke dengan
meningkatkan kemampuan darah untuk membeku.
b. Unsur
nutrisi, kelebihan zat gizi seperti tingginya kadar kolesterol, kadar gula, dan
lemak dalam tubuh juga bisa menimbulkan stroke. Hal ini terkait dengan
timbulnya penyakit stroke.
c. Unsur
kimiawi, zat-zat karsinogenik yang terus menerus terakumulasi dalam tubuh juga
merupakan salah satu faktor penyebab penyakit stroke. Selain itu penggunaan
alkohol, rokok, obat-obatan terlarang yang mengandung berbagai bahan kimia
berbahaya bagi tubuh, juga akan semakin mempercepat seseorang terkena penyakit
stroke.
d. Unsur
fisik, misalnya trauma mekanik. Trauma mekanik yang terkait dengan terjadinya
penyakit stroke ini adalah seseorang terjatuh dan menghantam benda keras,
kemudian meyebabkan pembuluh darah dalam otak menjadi pecah sehingga orang
tersebut terkena stroke. (Ginanjar,2012)
3. Faktor
lingkungan
Lingkungan adalah semua
faktor luar dari suatu individu yang dapat berupa lingkungan fisik, biologis,
dan sosia. Yang tergolong faktor lingkungan meliputi :
a. Lingkungan
fisik: geolog, iklim, geografik.
b. Lingkungan
biologis: misalnya kepadatan penduduk, flora (sebagai sumber bahan makanan) dan
fauna (sebagai sumber protein).
c. Lingkungan
sosial : berupa migrasi/urbanisasi, lingkungan kerja, keadaan perumahan,
keadaan sosial masyarakat (kekacauan, bencana alam, perang dan banjir).
Dari lingkungan sosial
seperti urbanisasi, yaitu perpindahan masyarakat desa ke kota. Masyarakat desa
yang awalnya memiliki gaya hidup sehat, tentu saja akan berubah mengikuti gaya
hidup orang kota setelah mereka pindah dan bertempat tinggal dikota sehingga urbanisasi
akan berpengaruh terhadap timbulnya penyakit stroke.
Dari lingkugan fisik,
suhu tinggi merupakan penyebab utama terjadinya stroke. Suhu tinggi menyebabkan
seseorang dehidrasi, sehingga penderita tidak dapat mengeluarkan keringat yang
cukup untuk mendinginkan tubuhnya.( Ginanjar,2012)
Penyakit
Stroke dan segitiga epidemiologi
Pada dasarnya dalam konsep segitiga
epidemiologi ini, ketiga unsur di dalamnya seperti host, agent, dan
enviromental dapat menentukkan tingkat kesehatan atau status kesehatan
seseorang. Karena berkaitan denan terjadinya atau timbulnya penyakit pada individu
tersebut. Hubungan ketiganya dapat diilustrasikan seperti timbangan. Di mana
enviromental diposisikan sebagai penumpu sedangkan host dan agent diposisikan
sebagai penyeimbang yang berada pada setiap sisi atau ujungnya. Dalam konsep
ini bila ketiga unsur trias epidemiologi, yaitu host, agent, dan enviromental
dalam keadaan seimbang, maka terciptalah keadaan sehat pada individu tersebut.
Seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.
|
||||
|
Gambar 1.1
Gambaran tersebut bila dikaitkan antara
konsep perjalan penyakit stroke dengan segitiga epidemiologi, maka dapat
dikatakan bila penjamu (individu) tersebut sudah berinteraksi dengan agent
(penyebab stroke) dan lingkungan, tetapi terjadi hubungannya positif atau
seimbang, yang artinya masing-masing tidak ada yang dirugikan sehingga dapat
dikatakan terciptalah keadaan yang sehat.
|
Seseorang dapat dikatakan tidak sehat atau sakit dalam kasus ini adalah
penyakit stroke, apabila agent berhasil mengambil keuntungan dari lingkungan
sehingga melemahkan kondisi host tersebut. Seperti terlihat pada gambar di
bawah ini.
|
|
Gambar 1.2
Ilustrasi tersebut jelas
menggambarkan bahwa bila kondisi host menurun akibat daya tahan tubuh atau
imunitas yang rendah, maka posisi agent seperti gaya hidup yang tidak sehat dan
faktor resiko penyakit stroke yang mengambil alih posisi dominannya. Individu
yang memang sudah memilii riwayat atau gen pembawa stroke serta penyakit lain
pencetus stroke harusnya mampu meningkatkan daya tahan tubuhnya. Karena bila
kondisi tidak sehat atau tidak optimal sedangkan individu tersebut harus
terus-menerus terpapar dengan agent, maka host tersebut menajdi tumbang dan
kemudian sakit.
Perlu diingat bahwa keadaan sehat
bukan hanya tercipta karena keadaan seimbang antara ketiga unsurnya, tetapi
juga bisa terjadi apabila posisi host mampu lebih dominan dibandingkan posisi
agent, sehingga posisi host pada tuas akan menjadi lebih berat dibandingkan
dengan agent. Seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
A
|
E
|
H
|
Gambar 1.3
Berdasarkan gambaran tersebut, maka
penjamu atau seorang individu memang telah terpapar dengan agent dalam hal ini
adalah faktor penyebab stroke tersebut, seperti gaya hidup yang tidak sehat,
kurang olahraga, alkohol, atau penyakit pencetus stroke tersebut, tetapi
individu tersebut masih dapat mempertahankan kondisi yang optimal. Kondisi
optimal tersebut bisa saja terjadi apabila kondisi individu tersebut memang
memilikiantibodi yang baik atau bisa juga karena memang tidak memiliki riwayat penyakit
stroke bawaan atau genetik. Tetapi kondisi tersebut juga tidak dapat diabaikan
karena stroke bisa saja tiba-tiba terjadi apabila akumulasi faktor resiko
penyebab stroke sudah menumpuk di dalam tubuh host tersebut.
Seorang individu dapat dikatakan sakit atau terkena
penyakit apabila kondisi lingkungan berubah dan lebih memihak kepada agent.
Seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.
E
|
H
|
A
|
Gambar 1.4
Bila dilihat dari ilustrasi
tersebut, jelas bahwa seseorang bisa saja sakit karena agent lebih diuntungkan
dengan kondisi lingkungan yang mendukung keberadaan agent tersebut. Gambaran
tersebut terjadi apabila lingkungan disekitar host atau penjamu tidak sehat,
misalnya tingkat polusi udara yang tinggi. Polusi udara merupakan salah satu
faktor penyebab terjadinya penyakit stroke, karena polutan-polutan tersebut
mengandung zat kimia berbahaya yang bersifat karsinogenik, sehingga mempercepat
seseorang terserang penyakit stroke. Awalnya zat-zat karsinogenik tersebut akan
menyebabkan penyakit pencetus stroke seperti DM, jantung koroner, hipertensi,
dan akan menimbulkan penyempitan pembuluh darah sehingga mengarah ke penyakit
stroke.
Keadaan sehat juga dapat terjadi
apabila posisi lingkungan lebih mendukung kondisi host. Seperti terlihat pada
gambar di bawah ini.
A
|
E
|
H
|
Gambar 1.5
Gambaran tersebut terjadi pada saat,
lingkungan di sekitar penjamu adalah lingkungan yang sehat. Dikatakan sehat
karena suplay oksigen di udara optimal sehingga mampu meminimalisir
polutan-polutan berbahaya bagi tubuh. Bila kondisi lingkungan optimal, maka
posisi agent di sini akan melemah. Keberadaan pepohonan hijau akan membantu
produksi oksigen itu sendiri, sehingga dengan udara yang sehat penjamu bisa
optimal mempertahankan kondisinya.
A.
Riwayat
Alamiah Penyakit Stroke
Masing-masing
penyakit memiliki perjalanan alamiahna sendiri jika tidak diganggu dengan
intervensi medis atau jika penyakit dibiarkan sampai melengkapi perjalanannya.
Proses suatu penyakit dimulai dari seseorang yang rantan penyakit dan di serang
oleh agen patogenik yang cukup virulen untuk menimbulkan penyakit, perjalanan
alami penyakit ini juga disebut dengan riwayat alamiah penyakit
A.1 Tahap Peka/ Rentan/ Pre pathogenesis
Pada tahap ini telah terjadi interaksi antara pejamu dengan
bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih diluar tubuh manusia, dalam arti
bibit penyakit berada di luar tubuh manusia dan belum masuk kedalam tubuh
pejamu. Pada keadaan ini belum ditemukan adanya tanda – tanda penyakit dan daya
tahan tubuh pejamu masih kuat dan dapat menolak penyakit. Keadaan ini disebut
sehat
Tahap
Pre pathogenesis meliputi orang-orang yang sehat, tetapi mempunyai faktor
resiko atau predisposisi untuk terkena penyakit Stroke. Faktor-faktor resiko
dari penyakit tersebut adalah; usia dan jenis kelamin, genetika, ras,
mendengkur dan sleep apnea,
inaktivitas fisik, hipertensi, merokok, diabetes militus, penyakit jantung,
arteriosklerosis, dislipidemi, alcohol dan narkoba, kontrasepsi oral, serta
obesitas (Dewanto, 2009).
A.2
Tahap pragejala/ Sub-klinis
Pada
tahap ini telah terjadi infeksi, tetapi belum menunjukkan gejala dan masih
belum terjadi gangguan fungsi organ.
Pada penyakit non-infeksi merupakan periode terjadinya perubahan anatomi
dan histology mis : terjadinya aterosklerotik pada pembuluh darah koroner yang
mengakibatkan penyempitan pembuluh darah. Pada tahap ini sulit untuk diagnose
secara klinis. Aterosklerosis adalah
penyakit yang merupakan dasar serangan jantung (infark miokard) dan stroke (thrombosis
serebri). Arterosklerosis ditandai dengan penebalan berupa bercak daru
intima yang mengandung endapan lipidintrasel dan ekstrasel. Menjelang usia 15,
penimbunan fokal kecil dari sel-sel otot polos berisikan lipid, dikelilingi
oleh endapan lipid kaya kolesterol, membentuk “fatty streaks” (corengan
berlemak) kuning dalam intima aorta yang tampak dengan mata telanjang. Mereka
berangsur bertambah sampai 30% atau lebih dari permukaan intima menjelang umur
25, apakah corengan berlemak yang mncul dini adalah fisiologik atau merupakan
precursor lesi aterosklerosis yang lebih lanjut, masih diperdebatkan, yang lebih
patologik adalah plak fibrosa yang
muncul pada orang yang lebih tua. Mereka tampak putih dan lebih teba, sehingga
agak menonjol didalam lumen. Mereka timbul oleh proliferasi local dari sel-sel
otot pols dari intima dan oleh migrasi sel-sel otot pols dari tunika media
melalui fenestrasi dalam lamina elastika interna untuk bergabung dengan yang di
intima. Normalnya, sel otot polos dinding srteri sangat lambt diperbarui,namun
di tempat cedera pada endotel dan agregasi trombosit darah, seperti pada tahap
awal aterosklerosis, berdasarkan faktor
penumbuhan asal-trombosit (PDGF), yang merangsan proli-ferasi otot polos.
Lipid berkumpul di dalam sekitar sel-sel ini dan mereka dirangasng untuk
menghasilkan lebih banyak kolagen dan proteoglikans yang ikut menebalkan tunika
intima. Dengan berkembangnya penakit ini, maka terjadi nekrosis sel, erosi
endotel, dan agregasi trombosit untuk membentuk thrombus mural (bekuan darah)
yang dapat menyumbat lumen (Bloom, 2002).
Jadi proses utama yang terlibat
dalam aterosklerosis agaknya adalah poiferasi setempat dari sel-sel otot polos,
kelebihan produksi matriks eksternalnya, dan penimbunan lipid intra dan
ekstrasel, penelitian tentang pathogenesis penyakit ini terpusat pada peran
kolesterol, berbagai lipoprotein plasma, dan yang dibebaskan setempat oleh
trombosit yang diaktifkan (Bloom, 2002).
Kelainan pembuluh darah yang sering
menimbulkan hipertensi dan stroke adalah stenosis (penyempitan) karena
aterosklerosis, displasia (stenosis non aterosklerosis) dinding arteri di
lapisan intima, lapisan media dan adventisia juga turut berperan. Di dalam lapisan
intima terjadi fibroplasia intima, yaitu penimbunan jaringan fibrous sehingga
lumen arteri menyempit. Pada lapisan media terjadi fibroplasias media, yaitu
penimbunan jaringan fibrous dan atrofi otot polos, sehingga lumen arteri
menyempit. Pada lapisan adventisia, terjadi penggantian dengan jaringan kolagen
yang meluas ke jaringan ikat sehingga menjadi kaku dan sempit
A.3
Tahap Klinis (stage of clinical disease)
Tahap klinis merupakan kondisi
ketika telah terjadi perubahan fungsi organ yang terkena dsn menimbulksn
gejala. Tahap klinis pada penyakit Stroke tergantung pada neuroanatomi dan
Vaskularisasinya. Gejala klinis dan deficit neurologic yang ditemukan berguna
menilai lokasi iskemi (Dewanto, 2009).
1. Gangguan
peredaran darah arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan
hemihipestesis kontralateral yang terutama melibatkan tungkai.
2. Gangguan
peredaran darah arteri serebri media menyebabkan hemiparesis dan hemihipestisi
kontralateral yang terutama mengenai lengan di sertai dengan gangguan fungdi
luhur berupa afasia (bila mengenai
area otak dominan) atau hemispatial
neglect (bila mengenai area otak nondominan).
3. Gangguan
peredaran darah arteri serebri prosterior menimbulkan menianopsi homonym atau
kuadrantanopsi kontralateral tanpa disertai gangguan motorik maupun sensorik.
Gangguan daya ingat terjadi apabila terjadi infark pada lobus temporaliss
medial. Aleksia tanpa agrafia timbul bila infark terjadi pada korteks visual
dominan dan splenium korpus kalosum. Agnosia dan porosopagnosia (ketidakmampuan
mengenali wajah) timbul akibat infark pada korteks rooksipitalis inferior.
4. Gangguan
peredaran darah batang otak menyebabkan gangguan saraf cranial seperti
disartri, diplopi dan vertigo; gangguan serebral, seperti ataksia atau hilang
keseimbangan; atau penurunan kesadaran.
5. Infark
lekunar merupakan infark kecil dengan klinis gangguan mumi motorik atau
sensorik tanpa disertai gangguan fungsi luhur (Dewanto, 2009).
A.4
Tahap Penyakit Lanjut/ Ketidakmampuan
Apabila
penyakit makin bertambah hebat, penyakit masuk dalam tahap penyakit lanjut.
Pada tahap ini penderita telah tidak dapat lagi melakukan pekerjaan dan jika
datang berobat, umumnya telah memerlukan perawatan
Salah atu aspek yang tidak
menguntungkandan menghancurkan dari beberapa penyakit akut dan kronis adalah
hasil akhir yang berupa kecacatan atau ketidakmampuan. Pada stroke dapat
menyebabkan penderitanya menjadi lumpuh (Timmreck, 2005).
A.5 Tahap Terminal (Akhir Penyakit)
Perjalanan
penyakit pada suatu saat akan berakhir. Berakhirnya perjalanan penyakit
tersebut dapat berada dalam lima keadaan, yaitu :
1. Sembuh
sampurna
2. Sembuh
dengan cacad (fisik, fungsional, dan social)
Kecacatn ada stroke umumnya dinilai dengan kemampuan
pasien untuk melanjutkan fungsinya kembali seperti sebelum sakit dan kemampuan
pasien untuk mandiri. Salah satu skala ukur yang aling sering dipakai untuk
menggambarkan kecacatan akibat stroke adalah skala Raknin, sebagai berikut:
i)
Tidak ada distabilitas yang significant,
dapat melakukan tugas harian seperti biasa
ii) Distabilitas
ringan, tidak dapat melakukan beberapa aktivitas seperti sebelum sakit, namun
dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bentuan
iii) Distabilitas
sedang berat, tidak dapat berjalan tanpa bantuan dan tidak dapat memenuhi
kebutuhannya sendiri tanpa bantuan
iv) Distabilitas
berat, di tempat tidur, inkontinisia, memerlukan perawatan dan perhatian
(Pinzon, 2010).
Penelitian di Amerika Serikat
memperlihatkan bahwa lebih dari separuh (55%) pasien stroke sumbatan dapat
mandiri dalam waktu 3 bulan pascaserangan. Ada 18% pasien yang mengalami
kecacatan berat dan memerlukan bantuan dalam banyak aspek kehidupannya. Faktor
yang berperan adalah keparahan stroke pada saat awal. Stroke yang menunjukan
derajat keparahan yang tinggi saat serangan lebih sering dihubungkan dengan
kecacatan pascastroke (Pinzon, 2010).
3. Karier
Bagi para stroke
survivor, masalah belum selesai. Stroke dapat memberikan gejala sisa atau
dampak lanjut. Bagi para stroke surviver,
pencegahan serangan ulang pada penanganan gejala sisa stroke merupakan hal
yang utama (Pinzon, 2010).
4. Penyakit
berlangsung kronik
5. Berakhir
dengan kematian
Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga,
setelah penyakit jantung dan kanker. Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor
satu bagi para penyandangnya. Angka kematian akibat stroke di seluruh dunia
masaihlah tinggi. Kematian paling tinggi dijumpai pada satu bulan pascaserangan
stroke. Kematian akibat stroke ditemukan pada 10-30% [asien yang dirawat. Masa
kritis umumnya dijumpai pada minggu-minggu pertama pasca serangan stroke. Chen,
dkk (2006) menyimpulkan bahwa 68,3% kematian terjadi pada lima hari pertama
perawatan di RS (Pinzon, 2010).
Kematian akibat
stroke perdarahann adalah lebih tinggi daripada stroke sumbatan.
Penelitian McGuire, dkk (2007)menunjukan bahwa angka kematian stroke adalah
45,7% untuk pendarahan intraserebral 30,1% untuk stroke iskemik. Dalam satu
tahun pengamatan, angka kematian akibat pendarahan intraserebral adalah 51,2%
dan angka kematian stroke iksemik adalah 39,2%. Penelitian menunjukan bahwa
sebagian besar kasus kematian akibat stroke terjadi pada dua minggu pasca-onset
(Pinzon, 2010).
Pada stroke perdarahan, kematian terutama
berhubungan dengan lokasi dan luas perdarahan di batang otak pada umumnya akan
berakhir fatal. Penelitian menunjukan bahwa volume perdarahan yang lebih dari
60 cc dan lokasi perdarahan yang memiliki resiko kematian sebesar 93%. Pada
perdarahan otak yang kurang dari 30 cc angka kematian adalah 23% (EUSI, 2006,
EUSI 2009). Penelitian Nadeau, dkk (2006) menyimpulkan bahwa angka kematian
stroke perdarahan dalam perawatan di RS adalah 15% dan 21% pada pengamatan 6
bulan setelah stroke (Pinzon, 2010).
Berbagai
dampak pascastroke adalah depresi, kepikunan, gangguan gerak, nyeri, epilepsy,
tulang keropos, dan gangguan menelan. Penanganan bersifat individual sesuai
kondisi pasien (Pinzon, 2010).
Lima Tahap Pencegahan Penyakit Stroke
Sebelum sakit:
B.1 Mempertinggi
nilai kesehatan (Health Promotion)
Health Promotion yaitu
usaha yang merupakan pelayanan terhadap pemeliharaan kesehatan pada umumnya.
Dalam mencegah penyakit stroke usaha tersebut dilakukan dengan cara mengubah
gaya hidup, olahraga, kurangi
stres, tambah serta kurangi
kolesterol dan berhenti merokok (Hendrahadi,2008).
B.2 Memberikan perlindungan khusus terhadap suatu penyakit (specific protection
Usaha ini merupakan tindakan terhadap pencegahan
penyakit-penyakit tertentu, contohnya dengan
Konsumsi garam rendah sodium dan diet lemak yang dapat mengurangi risiko
tekanan darah tinggi
yang mengakibatkan stroke.
Selain itu, konsumsi
buah, sayuran dan
gandum sangat bermanfaat mencegah stroke (Hendrahadi,2008).
Masa
sakit
B.3 Mengenal dan mengetahui penyakit
pada tingkat awal serta mengadakan pengobatan yang tepat dan segera (Early
diagnosis & Promt Treatment), seperti
1. Waspadai
gangguan irama jantung (attrial fibrillation)
Detak jantung
yang tidak wajar
menunjukkan ada perubahan
fungsi jantung yang mengakibatkan darah terkumpul dan
menggumpal di dalam jantung. Detak jantung
ini mampu menggerakkan gumpalan
darah sehingga masuk pada aliran darah, yang mengakibatkan stroke. Gangguan irama jantung dapat
dideteksi dengan menilai detak nadi.
2. Waspadai
gangguan sirkulasi darah
Stroke berkaitan dengan
jantung, pembuluh arteri
dan vena. Tiga
bagian ini penting
bagi sirkulasi darah ke seluruh tubuh, termasuk dari jantung ke
otak. Ketika ada
tumpukan lemak yang menghambat
aliran, maka risiko stroke meningkat. Masalah ini dapat diobati dengan obat, bisa
juga dengan operasi
yang mampu mengatasi
hambatan di pembuluh
arteri seperti tumpukan lemak.
B.4 pembatasan kecacatan dan erusaha
untuk menghilangkan gangguan kemampuan bekerja yang diakibatkan sesuatu
penyakit (Disability Limitation), dengan:
1. Pencegahan
ABCDEFG yaitu:
i)
A Asetosal, ace-inhibitor, antikoagulan:
minum obat-obatan untuk kendalikan penyakit
faktor risiko.
ii) B
Beta blocker, body weight reduction: minum obat dan menurunkan berat badan.
iii) C
Cholesterol control & cigarette
smoking cessation: kendalikan
kolesterol dan berhenti merokok.
iv) D
Diabetes control & diet: kendalikan diabetes dan makanan.
v) E
Exercise & education: olahraga dan menambah pengetahuan.
vi) F
Family support: dukungan keluarga.
vii) G
Glucose oxidation preservation: memelihara oksidasi glukosa
tubuh.(Hendrahadi,2008).
2. Rutin
memeriksa tekanan darah
Tingkat
tekanan darah adalah faktor paling dominan
pada semua jenis
stroke. Makin tinggi tekanan darah
makin besar risiko
terkena stroke. Jika
tekanan darah meningkat,
segera konsultasi ke dokter. Tekanan darah yang harus diwaspadai adalah
jika angka tertinggi di
atas 135 dan angka terbawah di atas 85.
3. Periksa
kadar kolesterol dalam tubuh
Mengetahui tingkat
kolesterol dapat meningkatkan
kewaspadaan stroke. Kolesterol
tinggi mengarah pada risiko stroke. Jika
kolesterol sudah tinggi,
segeralah menurunkannya dengan memilih makanan rendah kolesterol.
Agar kolesterol dalam
tubuh tidak berlebih
sebaiknya asupan lemak jenuh diganti dengan asupan asam lemak tak
jenuh seperti Omega
3, Omega 6 dan Omega 9.
4. Kontrol
kadar gula darah
Diabetes
juga meningkatkan risiko stroke. Jika Anda penderita diabetes, konsultasikan
dengan dokter, makanan dan minuman apa yang bisa dikonsumsi untuk
menurunkan gula darah.
B.
5 Rehabilitasi
Rehabilítasí
stroke merupakan sebuah program komprehensíf yang terkoordínasí antara medís
dan rehabílítasí dengan tujuan mengoptímalkan dan mernodifikasi kemampuarl
fungsíonal yang ada. Gejala sísa fungsíonal yang dísebabkan karena deñsít
motorik merupakan fokus utama program rehabílitasí stroke. Program rehabílítasí
stroke sendírí telah terbukti dapat mengoptímalkan pemulíhan sehingga
penyandang stroke mendapat keluaran fungsíonal dan kualitas hídup yang lebíh
baík (Widiyanto, 2009).
Salah
satu program rehabílítasí yang sering dipergunakan untuk mengembalíkan fungsí
karena defisít motorik adalah program latíhan gerak. Dalam tekník mi dílakukan
latíhan fungsíonal dan ídentífíkasí kunci utama tugas-tugas motorik. Setiap
tugas motorik dianalisis, ditentukan komponen-komponen yang tidak dapat
dilakukan, melatih penderita untuk hal-hal tersebut serta memastikan latihan
ini dilakukan pada aktivitas sehari-hari pasien. Latihan motorik harus dílakukan
dalam bentuk aktivitas fungsíonal karena tujuan dari rehabílítasi tídak hanya
sekedar mengembalíkan suatu pergerakan akan tetapi mengembalíkan fungsi
(Widiyanto, 2009).
DAFTAR
PUSTAKA
Wahyu
Ginanjar. 2012. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular Edisi 2.Yogyakarta: Bfirst
Chandrasoma,Parakrama.2005.
Konsep Dasar Penyakit Stroke. Jakarta: EGC
Rizaldy Pinzon. Pengertian, Gejala, Tindakan,
Perawaran dan Pencegahan. Andicopyright. Yogyakarta. 2010
Bloom & Fawcett. Buku Ajar Histologi
Edisi 12. EGC. Jakarta. 2002
Riza Adella, April 2010, "Gambaran faktor resiko kejadian Stroke". Jurnal FKUI . Volume 6, No. 2
Maruli
Hamdan, September 2008, “ Stroke.
Epidemiologi,Patogenesis,Manifestasi klinis dan Penanganan”. Jurnal FKUI. Volume 2,No 3
No comments:
Post a Comment